Hari senin (21/7)..
My ex goes to another part of the country.
Gw terdiam lama, dan cuma bisa menjawab "oh, gitu..."
Mei menyahut "He.. Ga penting ya?"
Gw cuma bisa bergumam kecil menjawabnya. Gw belum bisa mencerna emosi-emosi yang bercampur aduk sehingga bila gw buka mulut sekarang, yang keluar cuma muntahan.
Background suara Mei di telpon terlalu ramai, sama sekali tidak aman buat gw curhat. akhirnya, gw mengakhiri telpon dengan alasan sibuk.
Sepanjang siang-sore gw memikirkan hubungan dia dan gw selama ini.
Sejak dia wisuda Oktober lalu, kami berdua memang tidak pernah bertemu muka dengan muka. Beberapa kali gw ketemu dia online, dan awalnya, dia sering menyapa gw. Tapi gw selalu membalas dengan sinis.
Nomor dia masih terpatri di ingatan gw, sehingga ga peduli berapa kali hp gw hilang, nomor dia akan kembali masuk ke dalam phonebook. Dia juga berkali-kali sms gw. Tapi jawaban gw selalu pendek dan ga ramah. Dia telepon, gw jarang mengangkat, dan bila gw bicara pun, yang keluar hanya nada bete.
Lalu dia ke Jakarta dan lebih sering online. Tapi, dia semakin jarang menyapa gw, dan gw berpikir gw seneng2 aja tanpa dia..
Gw mulai bisa memaafkan kesalahan dia yang mengkhianati gw.
Gw berharap dia bakal nyapa gw di YM ato ngesms gw ato nelpon gw, dan gw kali ini akan menjawab dengan ramah seperti gw biasanya.
Tapi dia udah capek, dan harapan gw tidak terwujud.
Kemudian, muncul kabar dia pergi ke timur Indonesia. Buat gw, ini sama aja dia pergi ke belahan dunia lain, yang kemungkinan besar ga akan gw kunjungi seumur hidup.
Gw ga kan ketemu dia lagi. Mungkin selamanya.
Kenyataan ini menyentak gw, dan emosi aneh yang tadi berkelebat di otak menjadi teridentifikasi. I'm devastated.
Deep inside my heart, i know, i still have a strong feeling for him, the feeling i've been denied for months.
Gw selama ini bertahan karena harga diri berada dalam prioritas lebih tinggi dari cinta buat gw. Harga diri itu membuat gw mendahulukan amarah. Gw pikir dengan mengeraskan hati, gw akan bertahan, gw akan tambah kuat.
I think I'm a survivor from a bad relationship.
But I'm not.
Mengeraskan hati ga bikin gw survive.
Ini kayak makan aspirin untuk mengobati sakit kepala. The problem is still lying there, i only make myself numb.
I think crying can help me to get this feeling out of me. But it only make it worse.
The beautiful memory of our days together flash before me. A lot of the best moment of my life was created with him, and he's the last person can make me do any compulsive thing. Some are good, some are bad, and he can shut my brain and make me really go and do anything i usually only wish i could.
Gw mencoba untuk tidur cepat, sehingga besok bisa gereja pagi jam setengah 8, ato paling ga, datang pada saat orang2 yang gereja pagi baru keluar. Gw berharap bisa ketemu sobatnya, dan mungkin dia ada disitu juga (gw tau dari Mei, dia dateng ke Bandung karena sobatnya itu wisuda, jadi ada kemungkinan dia nginep di tempat sobatnya itu en mereka berdua gereja bareng di GII).
Tapi yang terjadi, gw ga bisa tidur en bangun terlalu telat untuk gereja pagi. Gw lambat mengerjakan banyak hal, sehingga gw terlambat untuk berangkat cepat untuk gereja siang.
Gw terlambat untuk bertemu dengan dia dalam situasi yang tidak mempertaruhkan harga diri gw.
Di atas damri, sekitar jam 9 siang, hp gw bunyi. Telpon dari dia.
JAntung gw serasa melompat dari tempatnya.
What should i talk about?
Dia menanyakan kabar gw, dan gw cuma bisa menjawab standar "Baik."
Dia menanyakan gw lagi dimana, dan gw menjawab "Lagi di damri, mau ke gereja"
"gereja sendiri?" katanya
"gak, mau bareng Natan (adek gw yg no.2)... Oh ya, dia lulus di FK USU lho.."
"Oo.. baguslah.." katanya lagi.
Gw menunggu dia membagikan kabarnya sendiri tanpa gw bertanya. Tapi dia tidak mengatakan apa-apa dan gw hanya bisa terdiam. Lalu dia mengakhiri pembicaraan. Gw yang mematikan telponnya.
Gw memandang jendela yang menampilkan deretan sawah dan pohon cherry yang berarakan. Mata gw sakit menahan air mata yang mau tumpah. Damn! I'll ruin my eye makeup, and there's a lot of people here. Jadi gw menarik tirai jendela damri menutupi muka gw (kalo diliat orang, gw cuma orang aneh yang lagi ngeliatin pemandangan).
Then, I cry without a sound (and without ruining my makeup.Thx God! I have enough problem right now..).
But again, I can only cry.
I can't let out the words that really come from my heart.
What's the point of the crying then?
To my ex, that for the past, has been the love of my life.
Thanks for the days u share to me.
I'm forever grateful.
Our paths has parted, but I pray that God will aways guide you through, and give you blessings and strength to face any obstacles in ur life.
God Bless
3 comment:
Feeling guilty, and having apology rejected over and over, is one of the most painful thing. Being rejected over and over is one of the most painful thing...
... saya juga akan pergi ke Indonesia Timur. Atau ke Timur Tengah sekalian. Untuk mengubur rasa sakit. Dan melupakan rasa bersalah.
Being rejected over and over.. It's truly painful.
Jd, atas nama wanita2 yg telah berkali2 menolak permintaan maaf atau berkali2 menolak seorang pria, dan sekarang telah menyesali perlakuannya, gw meminta maaf.
Tapi, pain is there for a reason. One of them is to make us actively invent new way to cure it. And other, is to remind us that we're human, made from earth, so, our feet have to stay grounded.
Hikss.. Gara-gara iseng baca blog lo tiba2 mood gw berubah. Miris bgt cerita lo. Wanita emank susah ditebak isi hatinya.
"atas nama wanita2 yg telah berkali2 menolak permintaan maaf atau berkali2 menolak seorang pria, dan sekarang telah menyesali perlakuannya, gw meminta maaf"
Ga perlu minta maap fan. Sebagai bagian dari mereka, gw merasa "diperkaya pengalaman" karena ditolak..
Ibarat keramik, harus dihancurkan dan dibakar supaya menjadi lebih kuat (Ciee..cie, anak material loh)
-phici-
Post a Comment