-diary 14 November 2008-
Pagi ini pertama kalinya gw jadi pengiring pengantin alias bridesmaid, atau dalam bahasa Bataknya, Pandongani.
Yang nikah, sepupu kedua gw dari pihak nyokap, Frieda Veronica Soraya Sitorus, yg gw panggil Kak Pida.
Gw emang punya banyak pengalaman "berjalan menuju altar" sebagai Flower Girl, atau berdiri di altar/panggung sebagai penyanyi altar, tapi baru hari ini naik pangkat jadi pengiring pengantin.
Pagi ini juga, untuk pertama kalinya gw ikut dalam kesibukan pernikahan Batak dari awal sampai akhir. Pernikahan sebelumnya yang gw datangi, dimana gw jadi penyanyi altar, gw cuma standby selama di gereja aja. Habis makan, gw langsung pulang.
Pagi ini, gw bangun jam setengah lima, untuk berdandan dan bersanggul (tukang salonnya datang ke rumah). Awalnya gw bingung juga, gimana caranya rambut pendek gw disanggul. Ternyata, rambut gw disasak tinggi, simetris di tengah kepala.
Tekstur sasakannya mengingatkan gw pada motif art deco.
Maybe you really need a degree in architecture engineering to be a hair stylist.
Setelah semua urusan wanita selesai, gw kembali ke kamar Kak Pida untuk melanjutkan urusan wanita berikutnya (urusan wanita emang tiada habis2nya).
Disana gw lihat, Kak Pida duduk di atas tempat tidurnya, memandang lurus menerawang jauh.
Gw mempersiapkan kebaya gw sambil memperhatikan dy lewat sudut mata gw.
Kira kira apa yang dia pikirkan?
Ketika seseorang menikah, dia akan meninggalkan keluarganya untuk bersatu dengan pasangannya.
Ia harus meninggalkan comfort zone nya, rumahnya, kebebasannya sebagai lajang.
Dan mungkin dia mempertanyakan, akankah pernikahannya akan bertahan?
gw & my second cousins
di gedung tempat diadakannya pesta adat.
-------------
Mengapa orang ingin menikah??
Terus terang aja, sejak kelas 2 SD sampai kelas 3 SMA, gw bermaksud melajang seumur hidup.
Banyak faktor yang melatarbelakangi pilihan gw itu.
Mulai latar belakang keluarga gw, nyokap yang wanita karir dan hobi bisnis kesana kemari, dan rata-rata hanya menghabiskan waktu 2 jam perhari di rumah (selain waktu tidurnya). Waktu gw kelas 2 SD, bahkan bokap gw berpetuah, "Nanti kalau kau mau menikah, jangan berkarir. Tapi kalau kau mau berkarir, mending ga usah nikah!"
Anehnya, detik itu juga, di saat gw en teman2 sebaya masih main boneka2an dan rumah2an, gw memutuskan untuk berkarir dan melajang.
Pilihan gw juga didukung cita2 gw, yang dari dulu, sering ga standar cewe. Waktu SD, gw bercita-cita jadi astronot. Gw hobi research hal2 yang berhubungan dengan astronomi, mengerahkan segala fasilitas yang bisa gw peroleh dari sekolah kampung (masa SD gw awali dengan bersekolah di daerah Jamblang, lalu di SD Inpres di Pelabuhan Ratu). Di saat temen-temen gw bermimpi menjadi putri yang diselamatkan pangeran dari cengkraman naga, gw bermimpi menginjak Pluto (siapa sangka beberapa tahun kemudian, Pluto dihapus dari Galaksi Bimasakti? Bye2 Pluto).
Pilihan gw juga didukung tampang gw. Well, I was an ugly duckling. Hobi layangan dan manjat pohon waktu SD bikin tampang gw hitam en kasar. Bahkan ada temen les bahasa Inggris gw waktu SMP yang mendata gw sebagai cowok. Untunglah, produksi progesteron dan esterogen pasca pubertas dalam tubuh gw bagaikan air terjun, semakin dewasa, gw semakin menjadi wanita. Hahahahaha... Oke, waktu gw jadi ugly duck itu, gw bahkan jadi cewe terjelek di kelas versi polling kelas I-9 SMUN 1 Medan. It hurted so bad. Since nobody interested in me, I didn't develop any deep interest in anybody.
Tapi semuanya berubah sejak gw ngalamin 1st love.
Gw mulai berpikir, "Hey, maybe marriage is possible."
Dan gw mulai berdoa,
"Ya Tuhan, jodohkanlah aku dan dia..
Bila kami tidak berjodoh, jodohkanlah..
Bila dia berjodoh dengan orang lain, putuskanlah dan jodohkanlah denganku.."
Lalu, setelah punya pacar pertama waktu kuliah, gw mulai berpikir, "Yes, marriage is possible".
Tapi setelah sakit hati, gw mulai mempertimbangkan untuk pilihan gw semasa kecil.
Jadi, gw ngerti kenapa orang2 punya dorongan untuk menikah, terlepas dari filosofi "Wille zum Leben"-nya Schopenhauer.
tapi juga tak berhenti mempertanyakan, mengapa orang memilih untuk menikah.
Bayangkan saja, seumur hidup dengan 1 orang.
Berbagi masalah-masalah.
Membuat masalah-masalah.
Melahirkan masalah-masalah.
Gw belum tahu, apakah itu akan jadi pilihan gw, jadi gw akan terus mempertanyakan mengapa orang lain memilihnya.
Well, alasan tiap orang untuk menikah berbeda-beda. Ada yang menikah karena cinta, desakan orang tua ato mungkin malah peer pressure, bisa juga karena uang. Jujur aja, kalau pewaris tunggal orang terkaya di dunia ngelamar gw, apalagi kalo dy tinggi dan tampan. Definitely, gw akan pertimbangkan.
Atau, malah ga kan mempertimbangkan. Mungkin langsung jawab Ya.
Well, gw bukan mata duitan. Tapi, lumayan juga, dy bisa funding cita2 gw, untuk mendirikan sekolah di pedalaman Indonesia. Bahkan mungkin, ga kan cuma satu, gw bisa bikin sekolah di tiap pulau terpencil Indonesia. Keren ga sih...
Cukup angan2nya...
Nah, di saat2 tenang gw sebagai lajang, hal yang paling ngebetein adalah, kalau ujug2 gw dapet sms dari temen lama, yang ujug2 nanyain, "siapa pacarmu sekarang" atau "kapan undangannya?"
Ha?? Undangan apa Bu? Sunatan?
Terus terang, itu ngebetein banget. Karena, kalau ada orang nanyain kabar terbaru dari gw, gw akan cerita suatu paket panjang lebar tinggi dan dalam, yang unfortunately, di dalamnya tidak terdapat cerita mengenai pria spesial.
Yang lucu, para penanya ga jelas ini, 98% adalah wanita, dan 96% diantaranya adalah wanita lajang.
Ok2.. gw ngerti.. It's because their biological clock is ticking..
Lagian, mereka juga mengharapkan jawaban "Aku ga punya pacar, kok" dari gw.
Well, sometimes, you'll feel better when you hear somebody else is a lot like you, or even worse than you. That's what infotainments are for.
Gw bukan anti orang yang ingin mengabdikan dirinya untuk keluarga, suami dan anak2nya (mungkin included ibu mertua dan para ipar juga). Tapi, gw masih belum mengerti mengapa mereka bisa begitu.
Gw pengen mengerti.
Sehingga, ketika tiba saatnya gw bertemu dengan orang yang bisa membuat gw merasa demikian, gw akan siap.
Siap untuk memasuki hidup baru,
Siap untuk berkata Yes, I do. Hingga maut memisahkan.
Selamat buat Kak Phyda atas pernikahannya.
Good luck in fighting and juggling...
Selamat juga buat Kak Novie untuk status baru "calon ibu" nya..
Selamat beradaptasi dengan profesi termulia di dunia itu..
ShareThis
Friday, November 14, 2008
Monday, November 03, 2008
Masih Banyak Orang Baik di Jakarta
Masih banyak orang baik di Jakarta.
Orang baik yg gw maksud, adalah orang yg melakukan perilaku altruistik yg genuine, bukan instrumental (ada maunya). Bahkan yg melakukan perilaku altruistik pd orang tak dikenal.
Ini mungkin kali kelima gw mengemukakan statement positif yg sama. Penemuan kelima gw kali ini, bertempat di daerah Cawang, Jakarta. Tempat yg oleh banyak orang dianggap tempat nongkrong preman.
Begini ceritanya..
Dua hari yg lalu (sabtu), gw en my good friend, Phici, pergi ke Europe Higher Education Fair (EHEF) di Balai Kartini, jl. Gatot Subroto, Jakarta. Kami berdua berangkat ke sana via busway, dilanjut dgn metro mini. Setelah keliling2 sejak jam 11an, kami baru pulang jam 6an.
Nah, pulangnya bingung.
Awalnya kami mau jalan ke Plasa Semanggi, dari situ naik Busway dari halte Bendungan Hilir. Tapi ternyata, kalo jalan jauh bo.. Mau nyebrang? Gw ga berani naik jembatan penyebrangan yg panjang dan melintasi jalan yg padat.
Ini ada hubungannya dgn mimpi2 "jatuh" gw sejak SMA. Gw jd acrophobia sejak itu.
Setelah nanya2, akhirnya kami memutuskan untuk naik Patas 6 alias P6, yg setau gw, akan melewati UKI. Dari UKI, gw bs naik P2.
Lalu kami naik P6 itu.
Jujur aja, gw ga tau jalanan Jakarta, apalagi malam2. Bawaan gw jg banyak. Di tangan kanan ada handbag, tangan kiri ada goodie bag dari DAAD dan tas karton jinjing dari panitia EHEF.
Lalu, keneknya berteriak "Cawang..Cawang". Lalu, gw liat halte busway CAWANG. Karena keadaan da gelap di luar, gw pikir gw ada di depan UKI (halte Cawang UKI). Lalu gw turun patas sambil mendadah2 si Phici.
Jreeeng.. (bikin sound effect ah)
Ternyata gw bukan di depan UKI, tapi ada di Jl.D.I Panjaitan. Waktu itu, dlm peta jakarta di otak gw, jl D.I. Panjaitan = NOWHERE.
Gw berdiri di antara bus2 antar kota antar propinsi yg hendak keluar Jakarta. Tapi, tak apalah, ada Busway ini..
Eng ing eng.. (sound effect lagi)
Halte Buswaynya belum beroperasi.
Ya! Dilarang SOTOY di Jakarta, sodara sodara..
Bingung. Gw nanya sama bapak2 berseragam oranye yg turun dari jembatan penyebrangan, gimana cara ke Otista. Dia nyuruh gw nyebrang, lalu jalan ke suatu arah untuk naik P2. Ok, gw nyebrang.
Karena ga memungkinkan utk nyebrang di jalanannya, gw harus melewati jembatan penyebrangan.
Gw berjalan sampe atas dgn lumayan tenang. Lalu berjalan di bagian horizontalnya sambil ngucap berulang2,
"Tuhan, tolong aku.."
Angin menderu2, bunyi mesin bus berpadu dengan klakson kendaraan. Semuanya itu bersatu menghentak kesadaran dan menghentikan doa gw.
Gw berada tepat di tengah jembatan, ketika mata gw terbuka, dan kaki gw terhenti. Gw ga mampu maju selangkah pun. Badan gw gemetar tanpa berhenti. Mata gw berkaca-kaca. Hati gw berseru, "Tuhan tolong aku".
Saat itulah, ada seorang pria yg berjalan searah gw, muncul di jembatan. Gw menunggu dia tiba cukup dekat dgn gw, lalu berkata,
"Mas, boleh minta tolong? Tolong jalan bareng sama saya sampe ujung donk.."
Mas itu bingung dgn permintaan gw, tapi mengiyakannya. Dia mengurangi kecepatan langkahnya mengimbangi gw. Sesampainya di ujung jembatan, gw berulang2 mengucapkan terimakasih dan meminta maaf atas keanehan gw. Lalu dia pergi.
Karena gw udah lupa petunjuk jalan bapak2 berseragam tadi, gw bertanya lagi pada mas2 yg punya warung di dekat jembatan penyebrangan. Dia menunjuk suatu arah ke gw, masuk semakin dalam ke jl.D.I Panjaitan.
Gw melihat 2 pasang org berjalan ke arah yg sama. Gw ngikutin mereka, cari aman. Pasangan pertama, 2 org co, siswa SMU, pasangan kedua, org pacaran. Sekian lama berjalan, gw belum juga melihat tanda2 petunjuk mas2 di warung td. Lalu, pasangan pacaran menyebrang, meninggalkan barisan.
Rada panik, gw cepet2 jalan menyusul dua siswa SMU itu. Awalnya gw serem juga. Pemberitaan media mengenai siswa SMU di Jakarta berputar pada topik tawuran, pelecehan, pergaulan bebas, premanisme, dsb. Mau ga mau, gw juga rada punya pikiran negatif gitu. Tapi, gw memberanikan diri,
"Mas mas.. Kalau mau ke otista, naik apa ya?"
"otistanya ke mana, mbak?"
"Gelanggang remaja."
"oo. Coba naik 26, lalu sampe pertigaan, mbak turun, lalu nyebrang. Lalu naik angkot apapun dari situ."
Gw melongo. Kudu nyambung? Sotoy membawa nyasar gw yg barusan, telah menciutkan nyali gw untuk berpetualang malam2 di Jakarta, sendirian.
Setelah 15 menitan ngobrol, mereka teringat bahwa angkot 26 langsung melewati gelanggang remaja. Jadi gw ga perlu nyambung2 lagi. Mereka menawarkan diri utk menemani gw jalan sampai gw menemukan angkot 26.
Sambil jalan, kami berkenalan. Mereka berdua ini anak SMUN 54 yg baru pulang ekskul.
Tibalah angkot 26 yg gw nanti2kan. Gw berpamitan dan berterimakasih pada mereka. Dan angkot 26 ini membawa gw tiba dgn selamat sampai di rumah.
Gw bersukacita dan bersyukur banget.
Pertama, pada Tuhan. Of all people in Jakarta, Dia pertemukan gw dgn 3 org tak dikenal yg mau menolong gw. Dia mendengar seruan gw, dan pertolongan dari-Nya tepat waktu dan tepat sasaran. Gw ditolong, dan org2 yg nolong gw jg berkesempatan utk berbuat baik.
Yg kedua, buat mas2 di jembatan. I wish that you'll be blessed with another opportunity to help others.
Yang ketiga, buat dua siswa SMUN 54 Jakarta, yg nyediain waktu utk nolong gw. I wish you'll be blessed in your life, be a light upon your peers, and have God as your guidance, as you've been a guidance for me.
Makasih buat bapak2 berseragam oranye & mas2 warung. Wish u a good life.
Untuk semua yg baca postingan ini,
Let's seize the opportunity to help others, and be a blessing for everyone you meet.
God bless us..
Orang baik yg gw maksud, adalah orang yg melakukan perilaku altruistik yg genuine, bukan instrumental (ada maunya). Bahkan yg melakukan perilaku altruistik pd orang tak dikenal.
Ini mungkin kali kelima gw mengemukakan statement positif yg sama. Penemuan kelima gw kali ini, bertempat di daerah Cawang, Jakarta. Tempat yg oleh banyak orang dianggap tempat nongkrong preman.
Begini ceritanya..
Dua hari yg lalu (sabtu), gw en my good friend, Phici, pergi ke Europe Higher Education Fair (EHEF) di Balai Kartini, jl. Gatot Subroto, Jakarta. Kami berdua berangkat ke sana via busway, dilanjut dgn metro mini. Setelah keliling2 sejak jam 11an, kami baru pulang jam 6an.
Nah, pulangnya bingung.
Awalnya kami mau jalan ke Plasa Semanggi, dari situ naik Busway dari halte Bendungan Hilir. Tapi ternyata, kalo jalan jauh bo.. Mau nyebrang? Gw ga berani naik jembatan penyebrangan yg panjang dan melintasi jalan yg padat.
Ini ada hubungannya dgn mimpi2 "jatuh" gw sejak SMA. Gw jd acrophobia sejak itu.
Setelah nanya2, akhirnya kami memutuskan untuk naik Patas 6 alias P6, yg setau gw, akan melewati UKI. Dari UKI, gw bs naik P2.
Lalu kami naik P6 itu.
Jujur aja, gw ga tau jalanan Jakarta, apalagi malam2. Bawaan gw jg banyak. Di tangan kanan ada handbag, tangan kiri ada goodie bag dari DAAD dan tas karton jinjing dari panitia EHEF.
Lalu, keneknya berteriak "Cawang..Cawang". Lalu, gw liat halte busway CAWANG. Karena keadaan da gelap di luar, gw pikir gw ada di depan UKI (halte Cawang UKI). Lalu gw turun patas sambil mendadah2 si Phici.
Jreeeng.. (bikin sound effect ah)
Ternyata gw bukan di depan UKI, tapi ada di Jl.D.I Panjaitan. Waktu itu, dlm peta jakarta di otak gw, jl D.I. Panjaitan = NOWHERE.
Gw berdiri di antara bus2 antar kota antar propinsi yg hendak keluar Jakarta. Tapi, tak apalah, ada Busway ini..
Eng ing eng.. (sound effect lagi)
Halte Buswaynya belum beroperasi.
Ya! Dilarang SOTOY di Jakarta, sodara sodara..
Bingung. Gw nanya sama bapak2 berseragam oranye yg turun dari jembatan penyebrangan, gimana cara ke Otista. Dia nyuruh gw nyebrang, lalu jalan ke suatu arah untuk naik P2. Ok, gw nyebrang.
Karena ga memungkinkan utk nyebrang di jalanannya, gw harus melewati jembatan penyebrangan.
Gw berjalan sampe atas dgn lumayan tenang. Lalu berjalan di bagian horizontalnya sambil ngucap berulang2,
"Tuhan, tolong aku.."
Angin menderu2, bunyi mesin bus berpadu dengan klakson kendaraan. Semuanya itu bersatu menghentak kesadaran dan menghentikan doa gw.
Gw berada tepat di tengah jembatan, ketika mata gw terbuka, dan kaki gw terhenti. Gw ga mampu maju selangkah pun. Badan gw gemetar tanpa berhenti. Mata gw berkaca-kaca. Hati gw berseru, "Tuhan tolong aku".
Saat itulah, ada seorang pria yg berjalan searah gw, muncul di jembatan. Gw menunggu dia tiba cukup dekat dgn gw, lalu berkata,
"Mas, boleh minta tolong? Tolong jalan bareng sama saya sampe ujung donk.."
Mas itu bingung dgn permintaan gw, tapi mengiyakannya. Dia mengurangi kecepatan langkahnya mengimbangi gw. Sesampainya di ujung jembatan, gw berulang2 mengucapkan terimakasih dan meminta maaf atas keanehan gw. Lalu dia pergi.
Karena gw udah lupa petunjuk jalan bapak2 berseragam tadi, gw bertanya lagi pada mas2 yg punya warung di dekat jembatan penyebrangan. Dia menunjuk suatu arah ke gw, masuk semakin dalam ke jl.D.I Panjaitan.
Gw melihat 2 pasang org berjalan ke arah yg sama. Gw ngikutin mereka, cari aman. Pasangan pertama, 2 org co, siswa SMU, pasangan kedua, org pacaran. Sekian lama berjalan, gw belum juga melihat tanda2 petunjuk mas2 di warung td. Lalu, pasangan pacaran menyebrang, meninggalkan barisan.
Rada panik, gw cepet2 jalan menyusul dua siswa SMU itu. Awalnya gw serem juga. Pemberitaan media mengenai siswa SMU di Jakarta berputar pada topik tawuran, pelecehan, pergaulan bebas, premanisme, dsb. Mau ga mau, gw juga rada punya pikiran negatif gitu. Tapi, gw memberanikan diri,
"Mas mas.. Kalau mau ke otista, naik apa ya?"
"otistanya ke mana, mbak?"
"Gelanggang remaja."
"oo. Coba naik 26, lalu sampe pertigaan, mbak turun, lalu nyebrang. Lalu naik angkot apapun dari situ."
Gw melongo. Kudu nyambung? Sotoy membawa nyasar gw yg barusan, telah menciutkan nyali gw untuk berpetualang malam2 di Jakarta, sendirian.
Setelah 15 menitan ngobrol, mereka teringat bahwa angkot 26 langsung melewati gelanggang remaja. Jadi gw ga perlu nyambung2 lagi. Mereka menawarkan diri utk menemani gw jalan sampai gw menemukan angkot 26.
Sambil jalan, kami berkenalan. Mereka berdua ini anak SMUN 54 yg baru pulang ekskul.
Tibalah angkot 26 yg gw nanti2kan. Gw berpamitan dan berterimakasih pada mereka. Dan angkot 26 ini membawa gw tiba dgn selamat sampai di rumah.
Gw bersukacita dan bersyukur banget.
Pertama, pada Tuhan. Of all people in Jakarta, Dia pertemukan gw dgn 3 org tak dikenal yg mau menolong gw. Dia mendengar seruan gw, dan pertolongan dari-Nya tepat waktu dan tepat sasaran. Gw ditolong, dan org2 yg nolong gw jg berkesempatan utk berbuat baik.
Yg kedua, buat mas2 di jembatan. I wish that you'll be blessed with another opportunity to help others.
Yang ketiga, buat dua siswa SMUN 54 Jakarta, yg nyediain waktu utk nolong gw. I wish you'll be blessed in your life, be a light upon your peers, and have God as your guidance, as you've been a guidance for me.
Makasih buat bapak2 berseragam oranye & mas2 warung. Wish u a good life.
Untuk semua yg baca postingan ini,
Let's seize the opportunity to help others, and be a blessing for everyone you meet.
God bless us..
Labels:
a piece of life
Subscribe to:
Posts (Atom)