Bulan November ini aku ditinggal banyak temanku.
Ada banyak yang kerja di jakarta (ah, ini mah tinggal loncat masuk primajasa doang),
ada Fitri yg ke Lampung (kudu melintasi lautan),
ada Mei, yang pergi ke Papua (ke belahan dunia yang berbeda)
dan ada sobatku, Jo, yang meninggal dalam usia 24 tahun karena kecelakaan.
Hidup itu singkat yah..
Tapi terkadang, waktu singkat yang kita miliki itu, kita buang sia-sia.
Bila dibandingkan umur Bumi yang sudah biliunan tahun, umurnya manusia yang 70-80 tahun hanya seperti mengerdipkan mata.
Hidup seperti rumput, dan keindahannya hanya seperti bunga rumput. Hari ini dia lahir dan berkembang, tapi besok sudah layu dan mati.
Lalu, hidup yang singkat ini, apa gunanya?
Apa yang bisa dan ingin aku lakukan dalam hidup yang singkat ini?
Adakah keinginanku bernilai dalam waktu yang panjang, atau keinginanku itu hanya untuk kesenangan sesaat?
Setelah sahabat terdekatku ini meninggal, pertanyaan-pertanyaan itu menghantuiku.
Rasanya kematian lebih dekat daripada sebelumnya.
Apa yang terjadi bila aku besok meninggal?
Akankah aku dikenang? Seperti apakah orang akan mengenangku?
Akankah di hari penghakiman, aku akan melihat cuplikan hidupku, dan berpikir, "Aku harap aku bisa kembali, dan melakukan semuanya lebih baik lagi"?
Akankah aku menyesali hal-hal yang kulakukan selama hidup?
Padahal sebelumnya, sering sekali aku memikirkan kematian.
Aku mempersiapkan diri untuk itu. Bahkan aku sudah berpikir untuk meninggalkan wasiat untuk mendonorkan organku, mengremasi sisanya, lalu menaburkan abunya di laut.
The living needs space more.
Aku selalu berpikir, aku sudah siap untuk meninggal,
dan lebih baik aku meninggal daripada ditinggalkan.
Tapi, setelah dia meninggal, aku berpikir mengenai kehidupan.
Mengenai waktu yang singkat ini, dan bagaimana mempergunakannya.
Aku mau hidup,
Aku mau menghidupi hidupku sebaik2nya. Melakukan segala yang bisa kulakukan, melakukan yang terbaik yang aku bisa lakukan.